Monday 4 May 2015

TEORI DAN PRINSIP IPS DALAM KAJIAN GEOGRAFI











TEORI DAN PRINSIP IPS DALAM KAJIAN GEOGRAFI

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Prinsip IPS
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Suyahmo, M.Si




Oleh:
                                                                
Dewi Setyaningrum             0301514007
Ika Pertiwi                           0301514028
Nurdiana                              0301514031
Edi Sapuan                          0301514015





PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan ilmu yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi, dan temuan-temuan penelitian dan ditentukan atau di observasi setelah fakta terjadi yang berkaitan dengan isu sosial. Sedangkan, mata pelajaran IPS merupakan suatu program keselurahan pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan sosial. IPS mengkaji berbagai disiplin ilmu seperti Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi.
Bidang kajian geografi tidak hanya mengumpulkan bahan-bahan yang kemudian disusun secara sistematik, tetapi harus dilakukan hubungan antara bahan-bahan tersebut untuk dikaji sebab akibatnya dari fenomena-fenomena dipermukaan bumi yang memberikan sifat individualitas suatu wilayah. Sebab ruang lingkup geografi tidak sekedar fisik, malainkan juga termasuk gejala manusia dan lingkungan lainnya. Bidang geografi mencakup beberapa aspek-aspek alamiah yang sifatnya eksak, kemudian bidang-bidang sosial yang noneksak.
B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
  1. Apa pengertian, ruang lingkup dan tujuan IPS?
  2. Bagaimanakah teori dan prinsip IPS dalam kajian geografi?








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian, Ruang Lingkup, dan Tujuan IPS
Teori merupakan bentuk tertinggi dari pengetahuan. Teori merupakan tujuan utama dari ilmu pengetahuan pada umumnya, khususnya IPS. Dengan teori, maka ilmu pengetahuan memperoleh bobot kualitas yang bisa dipercaya, mengandung kadar rasionalitas, dan teruji secara empirik indrawi. Pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social studies. Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS dikenal dengan social studies. Jadi, istilah IPS merupakan terjemahan social studies. Dengan demikian, IPS dapat diartikan dengan penelaahan atau kajian tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pengembangan IPS di Indonesia banyak mengambil ide-ide dasar dari pendapat-pendapat yang dikembangkan di Amerika Serikat tersebut. Tujuan, materi, dan penanganannya dikembangkan sendiri sesuai dengan tujuan nasional dan aspirasi masyarakat Indonesia. Hal ini didasarkan pada realitas, gejala, dan problem sosial yang menjadi kajian IPS yang tidak sama dengan negara-negara lain. Setiap negara memiliki perkembangan dan model pengembangan social studies yang berbeda. Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan IPS di Indonesia.
  1. Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan
    dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial
    yang merupakan
    integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi
    budaya, psikologi, sejarah, geo
    grafi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi
    manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi
    dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
  2. Nu’man Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan
    SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat
    kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi
    pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah
    dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka
    cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi
    pelajaran yang mudah dicerna.
  3. S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi
    atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS
    merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran
    manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah,
    ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS yang
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masingmasing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian
, siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
Ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pengajaran IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai tujuannya.
Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan. Tujuan kurikuler IPS yang harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut:
  1. Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat.
  2. Membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
  3. Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan
    sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta
    berbagai keahlian
    .
  4. Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian
    kehidupannya yang tidak terpisahkan
    .
  5. Membekali peserta didik dengan kemampuan mengembangkan
    pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan,
    perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi.
B.     Teori dan Prinsip IPS dalam Kajian Geografi
Geografi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata geo dan graphien. Geo berarti bumi dan graphein berarti lukisan atau tulisan. Istilah geografi pertama kali dikemukakan oleh Eratosthenes. Dalam bukunya yang berjudul Geographica yang berarti tulisan tentang bumi menjelaskan bahwa pada dasarnya bumi itu bulat dan telah mampu menghitung keliling bumi dengan hanya berselisih kurang dari 1% keliling sebenarnya. Secara umum, geografi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan, sekaligus menuliskan tentang bumi. Berikut ini merupakan pendapat para ahli dalam memaknai geografi. Beberapa ahli tersebut, diantaranya Semlok (1988), Sutanto (1988), Bintarto, Sandy, Daljoeni, Debenharn, Hartshorne, Ackerman, Haggett, Vidal de la Blache (1918), dan Edwin N. Thomas.
Menurut Semlok (1988), geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan. Semlok menekankan kajian geografi pada fenomena geosfer (lapisan bumi). Dalam tahun yang sama, Sutanto (1988) menyatakan konsep pokok dalam geografi adalah keruangan atau spasial. Lanjut Sutanto, dalam konsep spasial inilah yang menjadi ciri khas dalam ilmu geografi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Ciri khas geografi ini, menurut Sutanto, yang membedakan bidang ilmu lain, misalnya waktu menjadi konsep sejarah, dan kelangkaan menjadi konsep ekonomi.
Ahli selanjutnya yang berpengaruh dalam mendefinisikan geografi yaitu I Made Sandy. Menurut Sandy, geografi merupakan ilmu yang burusaha menceritakan dan memahami persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada dalam ruang muka bumi. Sandy menekankan kajian geografi adalah permukaan ruang muka bumi. Kemudian pendapat ini disempurnakan kemudian oleh Nathanael Daljoeni, dimana geografi sebagai uraian tentang bumi dengan segenap isinya yakni manusia ditambah dengan dunia hewan dan dunia tumbuh-tumbuhan. Hal ini dapat dilihat Daljoeni menekankan kajian geografi pada apa saja yang ada pada ruang muka bumi ini.
Dua ahli yang menjadi penjelas dari pendapat Semolok dan Sutanto diantaranya Bintarto  dan I Made Sandy. Menurut Bintarto, geografi merupakan ilmu pengetahuan yang menceritakan, menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisis gejala-gejala alam dan penduduk, serta mempelajari corak khas kehidupan dan mencari fungsi dari unsur-unsur bumi dalam ruang dan waktu. Bintarto dalam memaknai geografi semakin tajam dan mendalam jika dibandingkan dengan ahli sebelumnya. Hal ini dapat dilihat Bintarto telah menghubungkan keberadaan kewilayahan terhadap masyarakat. Namun, Bintarto tetap mengenakan pijakan definisi geografi pada ahli-ahli sebelumnya.
Berikutnya menurut Haggett, geografi memberikan perhatian terutama pada sistem ekologi dan sistem keruangan. Pada sistem ekologi berkaitan dengan manusia dan lingkungannya, sedangkan pada sistem keruangan berkaitan dengan hubungan antar wilayah. Kemudian dilanjutkan pandangan oleh Strabo. Menurut Strabo, geografi erat kaitannya dengan karakteristik tertentu suatu tempat dan memperhatikan juga hubungan antara berbagai tempat secara keseluruhan. Jika ahli-ahli sebelumnya memaknai geografi dalam konteks keruangan saja, berikut ini beberapa pandangan dalam memaknai geografi, yang menghubungkan konteks keruangan dengan budaya suatu masyarakat.
Debenharn memaknai geografi dengan menekankan peran dan tugas para geograf. Terdapat tugas geograf menurut Debenharn, yaitu; (1) menafsirkan tagihan atau persebaran gejala dan fakta fenomena geografi, (2) menemukan hubungan antara kehidupan manusia dan lingkungan fisik, dan (3) menjelaskan interaksi antara manusia dan lingkungan. Jika Debenharn menekankan geografi pada kajian analisis fenomena geografi dan menafsirkan lingkungan dan masyarakatnya, Hartshorne dalam memaknai geografi juga tidak jauh berbeda. Menurut Hartshorne, geografi bertujuan untuk memberikan deskripsi teliti, beraturan, dan rasional tentang sifat variabel dari permukaan bumi. Kemudian dilanjutkan pandangan dari E. A. Ackerman.
Menurut Ackerman, geografi bertujuan mengetahui pengertian sistem yang berinteraksi secara cepat mencakup semua budaya manusia dan lingkungan alamiah di permukaan bumi. Vidal de la Blache (1845-1918) mengemukakan konsepnya yang disebut genre de vie atau mode of live (cara hidup). Dalam konsep ini, geografi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana proses produksi dilakukan manusia terhadap kemungkinan yang ditawarkan oleh alam. Batasan geografi selalu memperhatikan ruang, lingkungan, waktu. Dalam konteks ruang, lingkungan, waktu ini terjadi kehidupan dan penghidupan yang mempunyai bentuk dan pola menurut keadaan daerahnya masing-masing. Semuanya selalu berubah, dan faktor peubahnya adalah manusia yang selalu siap dengan berbagai akal dan keterampilannya.
Berdasarkan studi tentang perkembangan teori geografi di atas, pemaknaan geografi selalu mengalami perkembangan. Namun, jika dikaji lebih jauh, menurut Noer (2011) di antara pandangan para ahli tersebut tampak ada kesamaan titik pandang. Kesamaan titik pandang tersebut adalah mengkaji; (1) bumi sebagai tempat tinggal, (2) hubungan manusia dengan lingkungannya atau interaksi yang kemudian menghasilkan sistem budaya, dan (3) dimensi ruang dan dimensi historis, pendekatan, spasial (keruangan), ekologi (kelingkungan) dan regional (kewilayahan). Konsep dasar merupakan konsep paling penting yang menggambarkan struktur ilmu. Menurut Edwin N. Thomas, struktur ilmu geografi memberikan penekanan penekanan dasar fakta geografi dikembangkan distribusi keruangan selanjutnya dikembangkan interaksi keruangan atau asosiasi kewilayahan akhirnya melalui sintesis sampai pada region atau kawasan. Fakta geografi  dipelajari sehingga menghasilkan kajian geografi. Kajian geografi memusatkan perhatian pada fenomena geosfer dalam kaitan hubungan, persebaran, interaksi keruangan, dan kewilayahan.
Geografi mutakhir memastikan arah perkembangan konsep geografi untuk dapat diterapkan pada berbagai lingkugan geografi yang beraneka tingkat perkembangan ekonomi, budaya dan penguasaan teknologi. Dalam tahapan ini, studi geografi berorientasi pada masalah interaksi manusia dengan lingkungan, selain itu juga dapat berorientasi pada studi wilayah, permukaan bumi dipandang sebagai lingkungan hidup dimana manusia dapat memanfaatkan sumber daya alam. Dengan demikian, potensi dan masalah unsur-unsur geografi sangat bervariatif, sehingga perlu kajian secara spasial dan temporal untuk dapat mengenali watak/sifat wilayah. Sejak kurikulum 1984 di tingkat sekolah menengah atas telah dicantumkan enam konsep esensial dalam pelajaran geografi. Enam konsep esensial dalam pelajara ngeografi tersebut diantaranya; konsep wilayah, konsep sumberdaya, konsep interaksi, konsep kerjasama antar wilayah, konsep jagad raya, dan konsep kelestarian lingkungan.
Menurut Semlok pada tahun 1989 dan 1990, konsep esensial geografi berkembang yang terdiri dari lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, morfologi, aglomerasi, keterkaitan keruangan, diferensiasi area, interaksi/ interdependensi, dan nilai kegunaan. Konsep tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh IGI. Konsep lokasi merupakan konsep utama yang akan digunakan untuk mengetahui fenomena geosfer, sebagai jawaban pertanyaan dimana lokasi absolut dan relatif. Lokasi absolut adalah lokasi menurut letak lintang dan bujur bersifat tetap. Contoh: Indonesia terletak di antara 6°LU-11°LS, dan di antara 95°BT-141°BT. Lokasi relatif adalah lokasi yang tergantung pengaruh daerah sekitarnya dan sifatnya berubah. Contoh: Indonesia terletak antara Benua Asia dan Australia.
Selanjutnya, konsep jarak memiliki arti penting bagi kehidupan sosial, perekonomian, dan pertahanan. Konsep jarak ini juga dipandang sebagai faktor pembatas pertahanan, pemenuhan kebutuhan, angkutan. Dalam geografi jarak dapat diukur dengan dua cara, yaitu jarak geometrik dinyatakan dalam satuan panjang kilometer, dan jarak waktu yang diukur dengan satuan waktu (jarak tempuh). Kemudian konsep keterjangkauan pada geografi meliputi aspek accessibility, keterkaitan dengan sarana angkutan. Sulit atau mudahnya suatu lokasi untuk dapat dijangkau dipengaruhi oleh lokasi, jarak, dan kondisi tempat. Contoh: Semarang–Jakarta bisa ditempuh dengan bus atau pesawat.
Konsep berikutnya adalah pola. Pola merupakan tatanan geometris yang beraturan berkaitan dengan susunan bentuk atau persebaran ruang di muka bumi, baik alami (vegetasi, tanah) maupun fenomena sosial budaya manusia. Contoh, pola permukiman penduduk yang memanjang mengikuti jalan raya atau sungai. Selanjutnya, konsep morfologi merupakan perwujudan permukaan bumi sebagai hasil uplifting, subsidensi, erosi, pengendapan, sehingga berupa bentang alam bergelombang, seperti pegunungan, perbukitan, lembah, dan dataran. Hal inilah yang menyebabkan permukaan bumi merupakan objek studi geografi. Berikutnya adalah konsep aglomerasi, dimana merupakan kecenderungan persebaran yang mengelompok atau pengelompokan suatu gejala pada wilayah sempit yang terkait dengan aktivitas manusia. Misalnya, pengelompokan kawasan industri, pusat perdagangan, dan daerah pemukiman.
Berikutnya konsep nilai kegunaan dalam geografi. Konsep nilai kegunaan yang dimaksud yaitu nilai kegunaan fenomena atau sumber daya bermakna relatif. Nilai kegunaan ini terkadang menguntungkan dan terkadang sebaliknya. Sebab, manfaat yang diberikan oleh suatu wilayah di muka bumi pada makhluk hidup, tidak akan sama pada semua orang. Misal, pantai mempunyai nilai kegunaan yang tinggi sebagai tempat rekreasi bagi warga kota yang selalu hidup dalam keramaian, kebisingan, dan kesibukan. Konsep berikutnya adalah interaksi/interdependensi. Konsep ini mengkaji tentang peristiwa saling mempengaruhi antara daya-daya, obyek, dan tempat. Dengan kata lain, interaksi dapat terjadi antar fenomena alam ataupun kehidupan. Interaksi merupakan terjadinya hubungan yang saling mempengaruhi antara suatu gejala dengan gejala lainnya. Contoh, perbedaan kondisi antara daerah pedesaan, dan perkotaan yang kemudian dapat menimbulkan suatu kegiatan interaksi seperti halnya penyaluran kebutuhan pangan, arus urbanisasi maupun alih teknologi.
Kemudian dua konsep terakhir yaitu konsep diferensiasi area dan konsep keterkaitan ruangan. Konsep diferensiasi area biasanya berhubungan dengan berbagai hal yang menimbulkan corak yang karakteristiknya berubah dari waktu ke waktu. Seperti halnya fenomena alam dan lingkungan bersifat dinamis. Hal ini dapat dilihat pola hubungannya pada perbandingan antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Dapat dikatakan bahwa diferensiasi area merupakan fenomena yang berbeda antara tempat yang satu dengan yang lain. Contoh, area pedesaan khas dan corak persawahan. Konsep terakhir yaitu konsep keterkaitan keruangan. Konsep ini berkaitan dengan konteks keruangan yang menunjukkan adanya keterkaitan persebaran suatu fenomena dengan fenomena lainnya di suatu ruang tertentu. Misal, hubungan antara kemiringan lereng di suatu wilayah dengan ketebalan lapisan tanah serta hubungan antara daerah kapur dengan kesulitan air. Sehingga, IPS dalam geografi mengkaji fenomena geosfer yang di dalamnya terdapat berbagai macam kenampakan alam, interaksi manusia, fenomena sosial budaya, dan konektivitas antar ruang dan waktu (spasial dan temporal). Jika dikelompokkan maka geografi menganalisis keruangan, kelingkungan, dan kompleks kewilayahan sebagai objek formal dan geosfer yang terdiri dari atmosfer, litosfer, hidrosfer, antroposfer sebagai objek material.
Mengacu pada konsep yang dimiliki oleh geografi, R. Bintarto dan Surastopo Hadisumarno dalam Metode Analisis Geografi (1979: 12) dalam Dadang Supardan (2009), mengemukakan tiga pendekatan dalam kajian geografi, yaitu:
1.      Pendekatan Keruangan (Spasial)
Analisis keruangan merupakan pendekatan yang khas dalam geografi karena merupakan studi tentang keragaman ruang muka bumi dengan menelaah masing-masing aspek-aspek keruangannya. Aspek-aspek ruang muka bumi meliputi faktor lokasi, kondisi alam, dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Dalam mengkaji aspek-aspek tersebut, seorang ahli geografi sangat memperhatikan faktor letak, distribusi (persebaran), interelasi serta interaksinya. Salah satu contoh pendekatan keruangan adalah sebidang tanah yang harganya mahal karena tanahnya subur dan terletak di pinggir jalan. Pada contoh tersebut, yang pertama adalah menilai tanah berdasarkan produktivitas pertanian, sedangkan yang kedua menilai tanah berdasarkan nilai ruangnya yaitu letak yang strategis.
2.      Pendekatan Ekologi (Lingkungan)
Pendekatan lingkungan didasarkan pada salah satu prinsip dalam disiplin ilmu biologi, yaitu interelasi yang menonjol antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Di dalam analisis lingkungan geografi menelaah gejala interaksi dan interelasi antara komponen fisikal (alamiah) dengan nonfisik (sosial). Pendekatan ekologi melakukan analisis dengan melihat perubahan komponen biotik, dan abiotik dalam keseimbangan ekosistem suatu wilayah. Misalnya, suatu padang rumput yang ditinggalkan oleh kawanan hewan pemakan rumput akan menyebabkan terjadinya perubahan lahan, dan kompetisi penghuninya.
3.      Pendekatan Kompleks Wilayah (Regional)
Analisis kompleks wilayah membandingkan berbagai kawasan di muka bumi dengan memperhatikan aspek-aspek keruangan, dan lingkungan dari masing-masing wilayah secara komprehensif. Contoh, wilayah kutub tentu sangat berbeda karakteristik wilayahnya dengan wilayah khatulistiwa.
Sejak geografi merupakan suatu cerita sampai kepada suatu perkembangan disiplin ilmu yang modern dengan pendekatan dan metode yang kaya, baik secara kealaman, sosial, maupun humaniora. Sebagai contoh, geografi tata ruang baru muncul tahun 1960-an dan 1970-an dan mulai diperkenalkan saat terjadinya perkembangan dramatis studi geografi di berbagai universitas, khususnya negara-negara yang berbahasa Inggris. Dalam cakupannya yang begitu luas, terdapat kelompok-kelompok yang bersinggungan dan beririsan, baik para ahli riset maupun pengajar atau pendidik, kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai lingkungan, tata ruang, dan tempat dengan berbagai strategi dan teknik. Adanya perbedaan kelompok-kelompok tersebut menyebabkan perdebatan dinamis yang tidak ada putus-putusnya mengenai alternatif-alternatif tinjauannya. Di samping itu, terdapat juga sekian banyak riset dan aktivitas akademis yang substansial telah berjasa meningkatkan wawasan tentang bagaimana lingkungan fisik tersusun sedemikian rupa dan bekerja. Bagaimana kehidupan manusia diorganisir secara keruangan, serta bagaimana pula tempat-tempat itu dibuat sebagai lokasi kediaman yang nyaman untuk kehidupan manusia.
Dari berbagai fenomena-fenomena yang dikaji oleh geografi, sebagai salah satu disiplin ilmu sosial melalui pendekatan dan metode yang digunakan melahirkan berbagai teori geografi, antara lain:
  1. Teori Ledakan Penduduk
Teori ini dikemukakan oleh Thomas Robert Malthus. Teori ledakan penduduk dari Malthus, sebagai berikut:
a.       Manusia tetap miskin karena kecenderungan pertambahan penduduk lebih cepat dibandingkan persediaan makanan.
b.      Pertambahan penduduk mengikuti deret kali atau deret ukur, sedangkan peningkatan sarana kehidupan berjalan lebih lambat mengikuti deret hitung atau deret tambah.
c.       Melalui tindakan pantang seksual atau pantang kawin, perang, kelaparan, dan bencana alam, jumlah penduduk diusahakan sesuai dengan sarana kehidupan yang tersedia. Tetapi, cara itu tidak cukup untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sampai di atas batas minimum.
  1. Teori Pengaruh Iklim terhadap Peradaban
Teori ini dikemukakan oleh Ellsworth Huntington, sebagai berikut:
a.       Peradaban besar di Asia Tengah dan Asia Barat Daya pada jaman kuno, pada abad ke-20 diperkirakan terjadi kemerosotan peradaban yang disebabkan oleh perubahan iklim.
b.      Wilayah tersebut terjadi proses pengeringan secara terus menerus dan progresif.
c.       Mengeringnya bumi terjadi dalam pulsasi ritmik dengan periode dari udara kering dan basah.
d.      Cerita pengembaraan bangsa Ibrani berhubungan dengan masa kekeringan dan kebasahan. Ekspansi kerajaan Mongol dan Barbar sampai ke Eropa sebagai akibat dari mengeringnya tempat tinggal asli kaum penyerbu.
e.       Proses pengeringan yang progresif mengikuti arah dari timur ke barat.
  1. Teori Lokasi Lahan
Tokoh dari teori ini adalah Johann Heirinch von Thunen, dengan teorinya adalah penggunaan lahan dapat dibagi dalam beberapa penggunaan, yaitu daerah hutan, daerah penggembalaan ternak, daerah ilalang, daerah perburuan. Dengan mengambil satu pusat kota sebagai satu-satunya tempat memproduksi barang-barang yang dibutuhkan oleh seluruh negara, sedangkan daerah sekitarnya hanya sebagai pemasok bahan mentah ke kota.
  1. Teori Daya Sentrifugal dan Sentripetal
Teori ini dikemukakan oleh Charles O. Colby, yang mengemukakan bahwa proses berekspansinya kota yang makin meluas dan berubahnya struktur tata guna lahan disebabkan oleh daya sentrifugal dan sentripetal pada beberapa kota. Daya sentrifugal mendorong penduduk dan usahanya untuk bergerak ke luar sehingga terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor serta zona-zona kota. Hal itu disebabkan karena di kota terjadi kemacetan lalu lintas,  polusi udara dan bunyi, harga beli atau sewa tanah lebih mahal, penduduk padat, laham semakin sempit. Sedangkan, daya sentripetal mendorong penduduk dan berbagai usaha-usahanya bergerak ke dalam kota sehingga menimbulkan pemusatan aktivitas manusia. Hal ini disebabkan karena di kota memiliki tempat-tempat strategis seperti tempat hiburan, olahraga, toko, ada berbagai perusahaan dan bisnis atau tempat bekerja.
  1. Teori Kota Konsentris
Tokoh dari teori ini adalah E. W. Burgess, sebagai berikut:
a.       Kota meluas secara seimbang dan merata dari suatu pusat atau inti sehingga muncul zona-zona baru sebagai perluasannya.
b.      Setelah ditemukan sejumlah zona konsentris maka struktur kota menjadi bergelang atau melingkar. Zona pertama sebagai central bisnis distric, zona kedua adalah zona peralihan (perdagangan besar dan industry kecil), zona ketiga adalah zona pemukiman buruh rendahan, zona keempat adalah zona pemukiman buruh menengah, zona kelima adalah zona pemukiman kaum elite, dan zona keenam adalah zona kaum elite pergi pulang tiap hari bekerja.
  1. Teori Konflik Antar Suku Bangsa Nomadik Sedenter
Teori ini dikemukakan oleh Jean Bunhes. Isi teorinya sebagai berikut:
a.       Stepa-stepa padang rumput di Asia menyebabkan pengolahan alam tidak intensif karena oase irigasi dibangun di bibir gunung.
b.      Tanah secara alami sangat sesuai dengan jenis pastoral untuk memelihara kawanan ternak dan hewan.
c.       Melahirkan masyarakat yang memiliki gerakan taktis dan strategi untuk mengatur ruang dan menguasai tetangganya.
d.      Muncul penakluk besar dan berani dari stepa-stepa Jengis Khan, Timur Leng, dan Khubilai Khan.
e.       Kualitas dan kemampuan yang menjadi alasan bagi kekuasaannya diperoleh dari stepa, dari keterampilan yang dianugerahkan kepada pastoral, dan dari subordinasi geografis pada lingkungannya.
f.       Kelompok penggembala tidak menggerumuni seluruh Asia Selatan dan Asia Timur, melainkan sampai India, dan Cina dikuasai oleh Mongol.

















BAB III
PENUTUP
IPS dapat diartikan dengan penelaahan atau kajian tentang masyarakat. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Sedangkan tujuan pembelajaran IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hierarki, tujuan pendidikan nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap jenis dan jenjang pendidikan.
Geografi mutakhir memastikan arah perkembangan teori dan konsep geografi untuk dapat diterapkan pada berbagai lingkungan geografi yang beraneka tingkat perkembangan ekonomi, budaya dan penguasaan teknologi. Dalam tahapan ini, studi geografi berorientasi pada masalah interaksi manusia dengan lingkungan, selain itu juga dapat berorientasi pada studi wilayah, permukaan bumi dipandang sebagai lingkungan hidup dimana manusia dapat memanfaatkan sumber daya alam. Dengan demikian, potensi dan masalah unsur-unsur geografi sangat bervariatif, sehingga perlu kajian secara spasial dan temporal untuk dapat mengenali watak/sifat wilayah. Dapat disimpulkan bahwa IPS dalam geografi sebagai objek formal adalah mengkaji keruangan, kelingkungan, dan kompleks kewilayahan, sedangkan objek materialnya adalah geosfer yang terdiri dari atmosfer, litosfer, hidrosfer, antroposfer. Berdasarkan penjelasan tersebut maka IPS dan geografi memiliki relevansi dalam hal fenomena-fenomena yang dikaji karena geografi itu sendiri merupakan salah satu disiplin ilmu yang menjadi bagian dari IPS, yang pada akhirnya dari pengkajian fenomena-fenomena bidang kajian geografi melahirkan berbagai teori yang dapat digunakan sebagai acuan jika mengkaji permasalahan IPS maupun geografi itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Supardan, Dadang. 2009 (Ed. 2). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.