TEORI DAN PRINSIP IPS DALAM KAJIAN GEOGRAFI
Disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah Teori dan Prinsip IPS
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Suyahmo, M.Si
Oleh:
Dewi Setyaningrum 0301514007
Ika Pertiwi 0301514028
Nurdiana 0301514031
Edi Sapuan 0301514015
PRODI
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ilmu
Pengetahuan Sosial merupakan ilmu yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi, dan temuan-temuan penelitian dan ditentukan atau di
observasi setelah fakta terjadi yang berkaitan dengan isu sosial. Sedangkan, mata
pelajaran IPS merupakan suatu program keselurahan pada pokoknya mempersoalkan
manusia dalam lingkungan sosial. IPS mengkaji berbagai disiplin ilmu seperti
Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi.
Bidang
kajian geografi tidak hanya mengumpulkan bahan-bahan yang kemudian disusun secara
sistematik, tetapi harus dilakukan hubungan antara bahan-bahan tersebut untuk
dikaji sebab akibatnya dari fenomena-fenomena dipermukaan bumi yang memberikan
sifat individualitas
suatu wilayah. Sebab ruang lingkup geografi tidak sekedar fisik, malainkan juga
termasuk gejala manusia dan lingkungan lainnya. Bidang geografi mencakup beberapa
aspek-aspek alamiah yang sifatnya eksak, kemudian bidang-bidang sosial yang
noneksak.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
- Apa pengertian, ruang lingkup dan tujuan IPS?
- Bagaimanakah teori dan prinsip IPS dalam kajian geografi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian,
Ruang Lingkup, dan Tujuan IPS
Teori merupakan bentuk tertinggi dari
pengetahuan. Teori merupakan tujuan utama dari ilmu pengetahuan pada umumnya,
khususnya IPS. Dengan teori, maka ilmu pengetahuan memperoleh bobot kualitas
yang bisa dipercaya, mengandung kadar rasionalitas, dan teruji secara empirik
indrawi. Pengertian IPS telah
banyak dikemukakan oleh para ahli IPS atau social studies. Di sekolah-sekolah
Amerika pengajaran IPS dikenal dengan social studies. Jadi, istilah IPS
merupakan terjemahan social studies. Dengan demikian, IPS dapat diartikan
dengan “penelaahan atau kajian
tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan kajian
dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran sejarah,
geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan aspek psikologi
sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Pengembangan IPS di Indonesia banyak mengambil ide-ide dasar dari
pendapat-pendapat yang dikembangkan di Amerika Serikat tersebut. Tujuan, materi, dan penanganannya
dikembangkan sendiri sesuai dengan tujuan nasional dan aspirasi masyarakat
Indonesia. Hal ini didasarkan pada realitas, gejala, dan problem sosial yang
menjadi kajian IPS yang tidak sama dengan negara-negara lain. Setiap negara
memiliki perkembangan dan model pengembangan social studies yang
berbeda. Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh
beberapa ahli pendidikan dan IPS di Indonesia.
- Moeljono
Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan
dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial yang merupakan
integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi
budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi
manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi
dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari. - Nu’man Soemantri
menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan
SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat
kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi
pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah
dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka
cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi
pelajaran yang mudah dicerna. - S. Nasution
mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi
atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS
merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran
manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah,
ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
Dengan demikian, IPS bukan ilmu sosial dan pembelajaran IPS yang
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masingmasing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian, siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
dilaksanakan baik pada pendidikan dasar maupun pada pendidikan tinggi tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuannya, tetapi aspek praktis dalam mempelajari, menelaah, mengkaji gejala, dan masalah sosial masyarakat, yang bobot dan keluasannya disesuaikan dengan jenjang pendidikan masingmasing. Kajian tentang masyarakat dalam IPS dapat dilakukan dalam lingkungan yang terbatas, yaitu lingkungan sekitar sekolah atau siswa dan siswi atau dalam lingkungan yang luas, yaitu lingkungan negara lain, baik yang ada di masa sekarang maupun di masa lampau. Dengan demikian, siswa dan siswi yang mempelajari IPS dapat menghayati masa sekarang dengan dibekali pengetahuan tentang masa lampau umat manusia.
Ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi
materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala,
masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Kedua lingkup
pengajaran IPS ini harus diajarkan secara terpadu karena pengajaran IPS tidak
hanya menyajikan materi-materi yang akan memenuhi ingatan peserta didik tetapi
juga untuk memenuhi kebutuhan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS harus menggali materi-materi yang
bersumber pada masyarakat. Dengan kata lain, pengajaran
IPS yang melupakan masyarakat atau yang tidak berpijak pada
kenyataan di dalam masyarakat tidak akan mencapai tujuannya.
Sama halnya tujuan dalam bidang-bidang yang lain, tujuan pembelajaran
IPS bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hirarki, tujuan pendidikan
nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap
jenis dan jenjang pendidikan. Tujuan kurikuler IPS yang
harus dicapai sekurang-kurangnya meliputi hal-hal berikut:
- Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat.
- Membekali peserta didik dengan kemapuan mengidentifikasi, menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.
- Membekali peserta
didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan
sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta
berbagai keahlian. - Membekali peserta
didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan
terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian
kehidupannya yang tidak terpisahkan. - Membekali peserta didik dengan kemampuan
mengembangkan
pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan,
perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi.
B.
Teori dan Prinsip IPS dalam Kajian Geografi
Geografi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari
kata geo dan graphien. Geo berarti bumi dan graphein
berarti lukisan atau tulisan. Istilah geografi pertama kali
dikemukakan oleh Eratosthenes.
Dalam bukunya yang berjudul Geographica yang berarti tulisan tentang bumi menjelaskan bahwa pada
dasarnya bumi itu bulat dan telah mampu menghitung
keliling bumi dengan hanya berselisih kurang
dari 1% keliling sebenarnya. Secara umum, geografi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan,
sekaligus menuliskan tentang bumi. Berikut ini
merupakan pendapat para ahli dalam memaknai geografi. Beberapa ahli tersebut, diantaranya Semlok (1988), Sutanto (1988), Bintarto, Sandy, Daljoeni,
Debenharn, Hartshorne, Ackerman, Haggett, Vidal
de la Blache (1918), dan Edwin N. Thomas.
Menurut Semlok (1988), geografi
adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer
dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan.
Semlok menekankan kajian geografi pada fenomena geosfer (lapisan bumi). Dalam
tahun yang sama, Sutanto (1988) menyatakan konsep pokok dalam geografi adalah
keruangan atau spasial. Lanjut Sutanto, dalam konsep spasial inilah yang
menjadi ciri khas dalam ilmu geografi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Ciri
khas geografi ini, menurut Sutanto, yang membedakan bidang ilmu lain, misalnya
waktu menjadi konsep sejarah, dan kelangkaan menjadi konsep ekonomi.
Ahli selanjutnya yang berpengaruh dalam mendefinisikan
geografi yaitu I Made Sandy. Menurut Sandy, geografi merupakan ilmu yang
burusaha menceritakan dan memahami persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
yang ada dalam ruang muka bumi. Sandy menekankan kajian geografi adalah
permukaan ruang muka bumi. Kemudian pendapat ini disempurnakan kemudian oleh
Nathanael Daljoeni, dimana geografi sebagai uraian tentang bumi dengan segenap
isinya yakni manusia ditambah dengan dunia hewan dan dunia tumbuh-tumbuhan. Hal
ini dapat dilihat Daljoeni menekankan kajian geografi pada apa saja yang ada
pada ruang muka bumi ini.
Dua ahli yang menjadi penjelas dari pendapat Semolok
dan Sutanto diantaranya Bintarto dan I Made Sandy. Menurut Bintarto, geografi merupakan ilmu pengetahuan yang menceritakan,
menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisis gejala-gejala alam dan penduduk,
serta mempelajari corak khas kehidupan dan mencari fungsi dari unsur-unsur bumi
dalam ruang dan waktu. Bintarto dalam memaknai geografi semakin tajam dan
mendalam jika dibandingkan dengan ahli sebelumnya. Hal ini dapat dilihat
Bintarto telah menghubungkan keberadaan kewilayahan terhadap masyarakat. Namun, Bintarto tetap mengenakan pijakan
definisi geografi pada ahli-ahli sebelumnya.
Berikutnya menurut
Haggett, geografi memberikan perhatian terutama pada sistem ekologi dan sistem
keruangan. Pada sistem ekologi berkaitan dengan manusia dan lingkungannya,
sedangkan pada sistem keruangan berkaitan dengan hubungan antar wilayah.
Kemudian dilanjutkan pandangan oleh Strabo. Menurut Strabo, geografi erat kaitannya dengan karakteristik tertentu suatu tempat
dan memperhatikan juga hubungan antara berbagai tempat secara keseluruhan. Jika ahli-ahli sebelumnya memaknai geografi dalam konteks keruangan saja, berikut ini beberapa pandangan dalam memaknai geografi, yang menghubungkan konteks keruangan dengan budaya suatu
masyarakat.
Debenharn memaknai geografi
dengan menekankan peran dan tugas para geograf. Terdapat
tugas geograf menurut Debenharn, yaitu; (1) menafsirkan tagihan atau
persebaran gejala dan fakta fenomena geografi, (2) menemukan hubungan antara
kehidupan manusia dan lingkungan fisik, dan (3) menjelaskan interaksi antara
manusia dan lingkungan. Jika
Debenharn menekankan geografi pada kajian analisis fenomena geografi dan
menafsirkan lingkungan dan masyarakatnya, Hartshorne dalam memaknai geografi
juga tidak jauh berbeda. Menurut Hartshorne, geografi bertujuan untuk
memberikan deskripsi teliti, beraturan, dan rasional tentang sifat variabel
dari permukaan bumi. Kemudian dilanjutkan pandangan dari E. A. Ackerman.
Menurut Ackerman, geografi bertujuan mengetahui
pengertian sistem yang berinteraksi secara cepat mencakup semua budaya manusia
dan lingkungan alamiah di permukaan bumi. Vidal de la
Blache (1845-1918) mengemukakan konsepnya yang disebut genre de vie atau mode of
live (cara hidup). Dalam konsep ini, geografi diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana proses produksi dilakukan manusia terhadap kemungkinan yang
ditawarkan oleh alam. Batasan geografi selalu memperhatikan ruang, lingkungan, waktu. Dalam
konteks ruang, lingkungan, waktu ini terjadi kehidupan dan penghidupan yang
mempunyai bentuk dan pola menurut keadaan daerahnya masing-masing. Semuanya
selalu berubah, dan faktor peubahnya adalah manusia yang selalu siap dengan berbagai
akal dan keterampilannya.
Berdasarkan studi tentang perkembangan teori geografi
di atas, pemaknaan geografi selalu mengalami perkembangan. Namun, jika dikaji lebih jauh, menurut Noer (2011) di antara
pandangan para ahli tersebut tampak ada kesamaan titik pandang. Kesamaan titik pandang tersebut adalah mengkaji; (1) bumi sebagai tempat
tinggal, (2) hubungan manusia dengan lingkungannya atau interaksi yang kemudian
menghasilkan sistem budaya, dan (3) dimensi ruang
dan dimensi historis, pendekatan, spasial (keruangan), ekologi (kelingkungan)
dan regional (kewilayahan). Konsep dasar
merupakan konsep paling penting yang menggambarkan struktur ilmu. Menurut Edwin N. Thomas, struktur ilmu geografi memberikan penekanan penekanan dasar fakta
geografi dikembangkan distribusi keruangan selanjutnya dikembangkan interaksi
keruangan atau asosiasi kewilayahan akhirnya melalui sintesis sampai pada region atau
kawasan. Fakta
geografi dipelajari sehingga menghasilkan kajian geografi. Kajian
geografi memusatkan perhatian pada fenomena geosfer dalam kaitan hubungan,
persebaran, interaksi keruangan, dan kewilayahan.
Geografi mutakhir memastikan arah perkembangan konsep
geografi untuk dapat diterapkan pada berbagai lingkugan geografi yang beraneka
tingkat perkembangan ekonomi, budaya dan penguasaan teknologi. Dalam tahapan ini, studi
geografi berorientasi pada masalah interaksi manusia dengan lingkungan, selain
itu juga dapat berorientasi pada studi wilayah, permukaan bumi dipandang
sebagai lingkungan hidup dimana manusia dapat memanfaatkan sumber daya alam. Dengan demikian, potensi dan
masalah unsur-unsur geografi sangat bervariatif, sehingga perlu kajian secara
spasial dan temporal untuk dapat mengenali watak/sifat wilayah. Sejak kurikulum 1984 di tingkat sekolah
menengah atas telah dicantumkan enam konsep esensial dalam pelajaran geografi.
Enam konsep esensial dalam pelajara ngeografi tersebut diantaranya; konsep
wilayah, konsep sumberdaya, konsep interaksi, konsep kerjasama antar wilayah,
konsep jagad raya, dan konsep kelestarian lingkungan.
Menurut Semlok pada tahun 1989 dan 1990, konsep
esensial geografi berkembang yang terdiri dari lokasi,
jarak, keterjangkauan, pola, morfologi, aglomerasi, keterkaitan keruangan, diferensiasi area, interaksi/ interdependensi, dan nilai kegunaan. Konsep tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh IGI. Konsep
lokasi merupakan konsep utama yang akan
digunakan untuk mengetahui fenomena geosfer, sebagai
jawaban pertanyaan dimana lokasi absolut dan relatif. Lokasi absolut adalah lokasi
menurut letak lintang dan bujur bersifat tetap. Contoh: Indonesia terletak di antara 6°LU-11°LS, dan di antara
95°BT-141°BT. Lokasi
relatif adalah lokasi yang tergantung pengaruh daerah sekitarnya dan sifatnya berubah. Contoh: Indonesia terletak antara Benua Asia dan Australia.
Selanjutnya, konsep
jarak memiliki arti penting bagi kehidupan sosial, perekonomian, dan
pertahanan. Konsep jarak ini juga dipandang sebagai faktor pembatas pertahanan,
pemenuhan kebutuhan, angkutan. Dalam
geografi jarak dapat diukur dengan dua cara, yaitu jarak geometrik dinyatakan
dalam satuan panjang kilometer, dan jarak
waktu yang diukur dengan satuan waktu (jarak
tempuh). Kemudian
konsep keterjangkauan pada
geografi meliputi aspek accessibility,
keterkaitan dengan sarana angkutan. Sulit atau
mudahnya suatu lokasi untuk dapat dijangkau dipengaruhi oleh lokasi, jarak, dan
kondisi tempat. Contoh: Semarang–Jakarta
bisa ditempuh dengan bus atau pesawat.
Konsep berikutnya adalah pola. Pola merupakan tatanan
geometris yang beraturan berkaitan
dengan susunan bentuk atau persebaran ruang di muka bumi, baik alami (vegetasi,
tanah) maupun fenomena sosial budaya manusia. Contoh, pola permukiman penduduk yang memanjang mengikuti jalan raya atau sungai.
Selanjutnya, konsep morfologi merupakan
perwujudan permukaan bumi sebagai hasil uplifting,
subsidensi, erosi, pengendapan, sehingga berupa bentang alam bergelombang,
seperti pegunungan, perbukitan, lembah, dan dataran. Hal inilah yang
menyebabkan permukaan bumi merupakan objek studi geografi. Berikutnya adalah konsep aglomerasi, dimana merupakan kecenderungan
persebaran yang mengelompok atau pengelompokan suatu
gejala pada wilayah sempit yang terkait
dengan aktivitas manusia. Misalnya,
pengelompokan kawasan industri, pusat perdagangan, dan daerah pemukiman.
Berikutnya konsep nilai kegunaan dalam geografi.
Konsep nilai kegunaan yang dimaksud yaitu nilai kegunaan fenomena atau sumber daya bermakna relatif. Nilai
kegunaan ini terkadang menguntungkan dan terkadang sebaliknya. Sebab, manfaat yang diberikan oleh suatu wilayah di muka bumi
pada makhluk hidup, tidak akan sama pada semua orang. Misal, pantai mempunyai nilai kegunaan yang tinggi sebagai tempat rekreasi
bagi warga kota yang selalu hidup dalam keramaian, kebisingan, dan kesibukan. Konsep berikutnya adalah interaksi/interdependensi. Konsep ini mengkaji tentang peristiwa saling mempengaruhi antara daya-daya,
obyek, dan tempat. Dengan kata lain, interaksi
dapat terjadi antar fenomena alam ataupun kehidupan. Interaksi merupakan terjadinya hubungan yang saling mempengaruhi antara
suatu gejala dengan gejala lainnya. Contoh, perbedaan
kondisi antara daerah pedesaan, dan perkotaan yang kemudian dapat menimbulkan
suatu kegiatan interaksi seperti halnya penyaluran kebutuhan pangan, arus urbanisasi maupun alih
teknologi.
Kemudian dua konsep terakhir yaitu konsep diferensiasi
area dan konsep keterkaitan ruangan. Konsep diferensiasi area biasanya
berhubungan dengan berbagai hal yang menimbulkan corak yang karakteristiknya
berubah dari waktu ke waktu. Seperti halnya fenomena alam dan lingkungan
bersifat dinamis. Hal ini dapat dilihat pola hubungannya pada perbandingan
antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Dapat
dikatakan bahwa diferensiasi area merupakan fenomena yang
berbeda antara tempat yang satu dengan yang lain. Contoh, area pedesaan khas dan corak persawahan. Konsep terakhir yaitu konsep keterkaitan keruangan. Konsep ini
berkaitan dengan konteks keruangan yang menunjukkan adanya keterkaitan
persebaran suatu fenomena dengan fenomena lainnya di
suatu ruang tertentu. Misal, hubungan antara kemiringan lereng di suatu wilayah dengan ketebalan lapisan
tanah serta hubungan antara daerah kapur dengan kesulitan air. Sehingga, IPS dalam geografi mengkaji fenomena geosfer yang di dalamnya
terdapat berbagai macam kenampakan alam, interaksi manusia, fenomena sosial
budaya, dan konektivitas antar ruang dan waktu (spasial dan temporal). Jika
dikelompokkan maka geografi menganalisis keruangan, kelingkungan, dan kompleks
kewilayahan sebagai objek formal dan geosfer yang terdiri dari atmosfer,
litosfer, hidrosfer, antroposfer sebagai objek material.
Mengacu pada konsep yang dimiliki oleh geografi,
R. Bintarto dan Surastopo Hadisumarno dalam Metode Analisis Geografi (1979: 12)
dalam Dadang Supardan (2009), mengemukakan tiga pendekatan dalam kajian
geografi, yaitu:
1.
Pendekatan Keruangan (Spasial)
Analisis keruangan merupakan pendekatan yang khas
dalam geografi karena merupakan studi tentang keragaman ruang muka bumi dengan
menelaah masing-masing aspek-aspek keruangannya. Aspek-aspek ruang muka bumi
meliputi faktor lokasi, kondisi alam, dan kondisi sosial budaya masyarakatnya.
Dalam mengkaji aspek-aspek tersebut, seorang ahli geografi sangat memperhatikan
faktor letak, distribusi (persebaran), interelasi serta interaksinya. Salah
satu contoh pendekatan keruangan adalah sebidang tanah yang harganya mahal
karena tanahnya subur dan terletak
di pinggir jalan. Pada contoh tersebut, yang pertama adalah menilai tanah
berdasarkan produktivitas pertanian, sedangkan yang kedua menilai tanah
berdasarkan nilai ruangnya yaitu letak yang strategis.
2.
Pendekatan Ekologi (Lingkungan)
Pendekatan lingkungan didasarkan pada salah satu
prinsip dalam disiplin ilmu biologi, yaitu interelasi yang menonjol antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Di dalam analisis lingkungan geografi
menelaah gejala interaksi dan
interelasi antara komponen fisikal (alamiah) dengan nonfisik (sosial).
Pendekatan ekologi melakukan analisis dengan melihat perubahan komponen biotik,
dan abiotik dalam keseimbangan ekosistem suatu wilayah. Misalnya, suatu padang
rumput yang ditinggalkan oleh kawanan hewan pemakan rumput akan menyebabkan
terjadinya perubahan lahan, dan kompetisi penghuninya.
3.
Pendekatan Kompleks Wilayah
(Regional)
Analisis kompleks wilayah membandingkan berbagai
kawasan di muka bumi dengan memperhatikan aspek-aspek keruangan, dan lingkungan
dari masing-masing wilayah secara komprehensif. Contoh, wilayah kutub tentu
sangat berbeda karakteristik wilayahnya dengan wilayah khatulistiwa.
Sejak geografi merupakan suatu cerita sampai
kepada suatu perkembangan disiplin ilmu yang modern dengan pendekatan dan
metode yang kaya, baik secara kealaman, sosial, maupun humaniora. Sebagai
contoh, geografi tata ruang baru muncul tahun 1960-an dan 1970-an dan mulai
diperkenalkan saat terjadinya perkembangan dramatis studi geografi di berbagai
universitas, khususnya negara-negara yang berbahasa Inggris. Dalam cakupannya
yang begitu luas, terdapat kelompok-kelompok yang bersinggungan dan beririsan,
baik para ahli riset maupun pengajar atau pendidik, kesemuanya bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman mengenai lingkungan, tata ruang, dan tempat dengan
berbagai strategi dan teknik. Adanya perbedaan kelompok-kelompok tersebut
menyebabkan perdebatan dinamis yang tidak ada putus-putusnya mengenai
alternatif-alternatif tinjauannya. Di samping itu, terdapat juga sekian banyak
riset dan aktivitas akademis yang substansial telah berjasa meningkatkan
wawasan tentang bagaimana lingkungan fisik tersusun sedemikian rupa dan
bekerja. Bagaimana kehidupan manusia diorganisir secara keruangan, serta
bagaimana pula tempat-tempat itu dibuat sebagai lokasi kediaman yang nyaman
untuk kehidupan manusia.
Dari berbagai fenomena-fenomena yang dikaji oleh
geografi, sebagai salah satu disiplin ilmu sosial melalui pendekatan dan metode
yang digunakan melahirkan berbagai teori geografi, antara lain:
- Teori Ledakan Penduduk
Teori ini dikemukakan oleh Thomas Robert Malthus. Teori ledakan penduduk
dari Malthus, sebagai berikut:
a.
Manusia tetap miskin karena
kecenderungan pertambahan penduduk lebih cepat dibandingkan persediaan makanan.
b.
Pertambahan penduduk mengikuti
deret kali atau deret ukur, sedangkan peningkatan sarana kehidupan berjalan
lebih lambat mengikuti deret hitung atau deret tambah.
c.
Melalui tindakan pantang
seksual atau pantang kawin, perang, kelaparan, dan bencana alam, jumlah
penduduk diusahakan sesuai dengan sarana kehidupan yang tersedia. Tetapi, cara
itu tidak cukup untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sampai di atas batas
minimum.
- Teori Pengaruh Iklim terhadap Peradaban
Teori ini dikemukakan oleh Ellsworth Huntington, sebagai berikut:
a.
Peradaban besar di Asia Tengah
dan Asia Barat Daya pada jaman kuno, pada abad ke-20 diperkirakan terjadi
kemerosotan peradaban yang disebabkan oleh perubahan iklim.
b.
Wilayah tersebut terjadi
proses pengeringan secara terus menerus dan progresif.
c.
Mengeringnya bumi terjadi
dalam pulsasi ritmik dengan periode
dari udara kering dan basah.
d.
Cerita pengembaraan bangsa
Ibrani berhubungan dengan masa kekeringan dan kebasahan. Ekspansi kerajaan
Mongol dan Barbar sampai ke Eropa sebagai akibat dari mengeringnya tempat
tinggal asli kaum penyerbu.
e.
Proses pengeringan yang
progresif mengikuti arah dari timur ke barat.
- Teori Lokasi Lahan
Tokoh dari teori ini adalah Johann Heirinch von Thunen, dengan teorinya
adalah penggunaan lahan dapat dibagi dalam beberapa penggunaan, yaitu daerah
hutan, daerah penggembalaan ternak, daerah ilalang, daerah perburuan. Dengan
mengambil satu pusat kota sebagai satu-satunya tempat memproduksi barang-barang
yang dibutuhkan oleh seluruh negara, sedangkan daerah sekitarnya hanya sebagai
pemasok bahan mentah ke kota.
- Teori Daya Sentrifugal dan Sentripetal
Teori ini dikemukakan oleh Charles O. Colby, yang mengemukakan bahwa proses
berekspansinya kota yang makin meluas dan berubahnya struktur tata guna lahan
disebabkan oleh daya sentrifugal dan sentripetal pada beberapa kota. Daya
sentrifugal mendorong penduduk dan usahanya untuk bergerak ke luar sehingga
terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi sektor-sektor serta zona-zona
kota. Hal itu disebabkan karena di kota terjadi kemacetan lalu lintas, polusi udara dan bunyi, harga beli atau sewa
tanah lebih mahal, penduduk padat, laham semakin sempit. Sedangkan, daya
sentripetal mendorong penduduk dan berbagai usaha-usahanya bergerak ke dalam
kota sehingga menimbulkan pemusatan aktivitas manusia. Hal ini disebabkan
karena di kota memiliki tempat-tempat strategis seperti tempat hiburan,
olahraga, toko, ada berbagai perusahaan dan bisnis atau tempat bekerja.
- Teori Kota Konsentris
Tokoh dari teori ini adalah E. W. Burgess, sebagai berikut:
a.
Kota meluas secara seimbang
dan merata dari suatu pusat atau inti sehingga muncul zona-zona baru sebagai
perluasannya.
b.
Setelah ditemukan sejumlah
zona konsentris maka struktur kota menjadi bergelang atau melingkar. Zona
pertama sebagai central bisnis distric,
zona kedua adalah zona peralihan (perdagangan besar dan industry kecil), zona
ketiga adalah zona pemukiman buruh rendahan, zona keempat adalah zona pemukiman
buruh menengah, zona kelima adalah zona pemukiman kaum elite, dan zona keenam
adalah zona kaum elite pergi pulang tiap hari bekerja.
- Teori Konflik Antar Suku Bangsa Nomadik Sedenter
Teori ini dikemukakan oleh Jean Bunhes. Isi teorinya sebagai berikut:
a.
Stepa-stepa padang rumput di
Asia menyebabkan pengolahan alam tidak intensif karena oase irigasi dibangun di
bibir gunung.
b.
Tanah secara alami sangat
sesuai dengan jenis pastoral untuk memelihara kawanan ternak dan hewan.
c.
Melahirkan masyarakat yang
memiliki gerakan taktis dan strategi untuk mengatur ruang dan menguasai
tetangganya.
d.
Muncul penakluk besar dan
berani dari stepa-stepa Jengis Khan, Timur Leng, dan Khubilai Khan.
e.
Kualitas dan kemampuan yang
menjadi alasan bagi kekuasaannya diperoleh dari stepa, dari keterampilan yang
dianugerahkan kepada pastoral, dan dari subordinasi geografis pada
lingkungannya.
f.
Kelompok penggembala tidak
menggerumuni seluruh Asia Selatan dan Asia Timur, melainkan sampai India, dan
Cina dikuasai oleh Mongol.
BAB III
PENUTUP
IPS dapat diartikan dengan penelaahan atau
kajian tentang masyarakat. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan
kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran
sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan
aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Ruang lingkup kajian IPS meliputi (a) substansi
materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat dan (b) gejala,
masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat. Sedangkan
tujuan pembelajaran IPS
bertumpu pada tujuan yang lebih tinggi. Secara hierarki, tujuan pendidikan
nasional pada tataran operasional dijabarkan dalam tujuan institusional tiap
jenis dan jenjang pendidikan.
Geografi mutakhir memastikan arah
perkembangan teori dan konsep geografi untuk dapat
diterapkan pada berbagai lingkungan geografi
yang beraneka tingkat perkembangan ekonomi, budaya dan penguasaan teknologi. Dalam tahapan ini, studi
geografi berorientasi pada masalah interaksi manusia dengan lingkungan, selain
itu juga dapat berorientasi pada studi wilayah, permukaan bumi dipandang
sebagai lingkungan hidup dimana manusia dapat memanfaatkan sumber daya alam. Dengan demikian, potensi dan
masalah unsur-unsur geografi sangat bervariatif, sehingga perlu kajian secara
spasial dan temporal untuk dapat mengenali watak/sifat wilayah. Dapat disimpulkan bahwa IPS dalam geografi sebagai objek formal adalah
mengkaji keruangan, kelingkungan, dan kompleks kewilayahan, sedangkan objek
materialnya adalah geosfer yang terdiri dari atmosfer, litosfer, hidrosfer,
antroposfer. Berdasarkan penjelasan tersebut maka IPS dan geografi memiliki
relevansi dalam hal fenomena-fenomena yang dikaji karena geografi itu sendiri
merupakan salah satu disiplin ilmu yang menjadi bagian dari IPS, yang pada
akhirnya dari pengkajian fenomena-fenomena bidang kajian geografi melahirkan
berbagai teori yang dapat digunakan sebagai acuan jika mengkaji permasalahan
IPS maupun geografi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Supardan,
Dadang. 2009 (Ed. 2). Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi
Aksara.
https://massofa.wordpress.com/2010/12/09/pengertian-ruang-lingkup-dan-tujuan-ips/
(diunduh tanggal 14 Maret 2015 pukul 10.00)
http://revinaips87.blogspot.com/2015/03/makalah-teori-dan-prinsip-pendidikan-ips.html (diunduh tanggal 14 Maret 2015
pukul 10.05)
https://ranioctaviaa.wordpress.com/category/tugas-mata-kuliah/konsep-dasar-ips/ (diunduh tanggal 14 Maret 2015
pukul 10.05)
http://warna-sahabat.blogspot.com/2014/06/contoh-makalah-geografi-ips-pendahuluan.html (diunduh tanggal 14 Maret 2015
pukul 10.07)
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/1961050119860-MAMAT_RUHIMAT/KONSEP_DAN_PENDEKATAN_GEOGRAFI.pdf (diunduh tanggal 14 Maret 2015
pukul 10.10)
http://catatankuliahs2.blogspot.com/2011/03/prinsip-dan-teori-ips.html (diunduh tanggal 14 Maret 2015
pukul 10.26)